FUN STATION Forum Friendship & Brotherhood
Kirim Senjata Ke Mujahidin Utf-8BaGVsbG8tMDAxLmpwZwJoin us bro & sis di FS Forum Brotherhood untuk Fun,Friendship,Chat,Ask,Share Tips,Tricks,Trouble,Problem,Solusi Mengenai semua hal Anything/Everything untuk kamu2 semua...Welcome bro...Please Joint Us at This Forum Brotherhood Community...
FUN STATION Forum Friendship & Brotherhood
Kirim Senjata Ke Mujahidin Utf-8BaGVsbG8tMDAxLmpwZwJoin us bro & sis di FS Forum Brotherhood untuk Fun,Friendship,Chat,Ask,Share Tips,Tricks,Trouble,Problem,Solusi Mengenai semua hal Anything/Everything untuk kamu2 semua...Welcome bro...Please Joint Us at This Forum Brotherhood Community...
FUN STATION Forum Friendship & Brotherhood
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
FUN STATION Forum Friendship & Brotherhood

FS Forum Net Brotherhood,Share,Ask,Tips,Trick,Solution,Lifestyle,Health,Bussines,Gadget,Phone,Otomotif,Sport,Friendship,Networking,Fun,Friendship,Chat, Sport,Jokes,Ask,Internet,Repair,Assesories,Spare parts,Trade,
 
IndeksFunStation PortPencarianLatest imagesPendaftaranLogin
untuk semua Sobat.Kami Mengundang Para Tamu, sekiranya berkenan para Sobat mari bergabung menjadi bagian dari FS Forum Brotherhood ---- Mari kita saling Ask & Share Solusi dan menambah Wawasan kita2 semua Thanks Alot Salam kenal - Admin FS Forum

 

 Kirim Senjata Ke Mujahidin

Go down 
PengirimMessage
Lygatto
Vice Admin
Vice Admin
Lygatto


Jumlah posting : 474
Score : 1007
Reputasi : 0
Join date : 26.06.11
Lokasi : Beverlly Hills

Karakter
Table: 1

Kirim Senjata Ke Mujahidin Empty
PostSubyek: Kirim Senjata Ke Mujahidin   Kirim Senjata Ke Mujahidin Icon_minitimeWed 18 Apr - 22:43:29

Kirim Senjata Ke Mujahidin

Adakah hubungan antara Indonesia dengan gerakan Mujahidin di
Afghanistan? Tanpa diketahui banyak orang, Pemerintah RI pernah mengirim
ribuan senapan AK-47 untuk mendukung gerilyawan Mujahidin dalam
menghadapi mesin perang Uni Soviet.

Awal tahun 1970-an dunia dan terutama negara-negara Asia Tenggara
khususnya lagi Asean, dikejutkan dengan jatuhnya Vietnam Selatan ke
tangan Vietnam Utara menyusul terusirnya pasukan Amerika dari daratan
Vietnam. Sebagai sesama negara Asean timbul
kekhawatiran akan meluasnya pengaruh ideologi komunis di Asia Tenggara,
yang secara langsung sekaligus membentuk adanya musuh bersama
negara-negara Asean yang kemudian membentuk persepsi yang sama untuk
bersama-sama menghadapinya.
Situasi dunia kala itu masih dilanda era Perang Dingin antara Amerika
Serikat plus negaranegara Barat (NATO) menghadapi Uni Soviet dengan
negaranegara Timur (Pakta Warsawa). Di tengah suasana yang penuh
ketegangan ini, diselingi dengan gejolak-gejolak lokal dalam rangka
perebutan wilayah pengaruh kekuasaan.
Menjelang akhir 1970-an, dunia bebas (Non-Blok) dikejutkan dengan invasi
besar-besaran kekuatan militer Uni Soviet ke Afghanistan. Pasukan
pertama yang dikirim Soviet berasal dari 40th Army yang mulai memasuki
Afghanistan pada 24 Desember 1979. Kedatangan pasukan Soviet ini segera
mendapat reaksi keras dari rakyat Afghanistan, atau lebih tepatnya
gerilyawan Mujahidin yang berjuang menghadapi Republik Demokratik
Afghanistan beraliran Marxist-Leninist dan mendapat dukungan Soviet.
Perlawanan rakyat Afghanistan dalam melawan Soviet dilaksanakan dengan
taktik perang gerilya mengandalkan jiwa turun menurun bangsa pejuang.
Penuguasaan atas medan pegunungan yang berbatu dan bergua menjadi
kelebihan para pejuang ini. Para pejuang yang kemudian menyebut dirinya
Mujahidin ini menarik simpati negara bebas (khususnya Islam) untuk
membantu dengan mengirim sukarelawan dan tentunya pula persenjataan.
Sementara Amerika Serikat yang baru saja terpukul mundur dari Vietnam
nyaris tidak berdaya dan khawatir akan terjadi konfrontasi langsung
mengarah kepada perang terbuka. Sehingga tidak berani melibatkan pasukan
daratnya membantu para pejuang di Afghanistan. Dalam keadaan seperti
ini, melalui Pakistan, Amerika memberikan bantuan persenjataan berupa
peluru kendali antipesawat untuk menembak helikopter tempur dan tank Uni
Soviet yang ditakuti.

Dengan sejumlah bekal persenjataan bantuan dan AS tersebut, pejuang
Mujahidin bertempur mati-matian memukul mundur pasukan Soviet yang
jelas-jelas lebih terlatih dan dipersenjatai lebih baik. Namun bukan
berarti Mujahidin sama sekali nol besar soal kemiliteran. Sejumlah besar
pejuang Mujahidin dilatih secara khusus oleh CIA pacla masa
pemerintahan Presiden Jimmy Carter. CIA juga memasok senjata, amunisi,
dan peralatan.

Pihak intelijen AS juga menghimbau dan melobi negara-negara dunia
bebas serta Asean untuk membantu persenjataan para pejuang Mujahidin dan
menyediakan diri menjadi “koordinator”. Himbauan ini dengan cepat
ditanggapi sejumlah negara. Beberapa negara anggota Asean melalui AS
mendahului membantu dengan mengirimkan persenjataan ringan guna
mempersenjatai para Mujahidin. Bantuan perkuatan juga mengalir dalam
bentuk sukarelawan dari Arab Saudi, Aljazair, Yaman, Pakistan, Filipina
dan Indonesia.

Bagaimana reaksi Indonesia? “Kalau kita bisa (lakukan) sendiri,
kenapa harus lewat Amerika,” pikir Letjen TNI L.B. Moerdani, Kepala
Badan Intelijen Strategis ABRI, seperti ditirukan Marsda (Pur) Teddy
Rusdy. Akhirnya pimpinan intelijen ABRI dengan persetujuan pimpinan
nasional, sepakat membantu para pejuang secara tertutup dan langsung
tanpa melalui perantara AS. Maka dipersiapkanlah suatu operasi intelijen
yang diberi sandi Flying Carpets (Permadani Terbang) atau disebut juga
Babut Mabur. “Operasi ini sangat tertutup sehingga hanya diketahui oleh
sedikit orang,” ujar Teddy lagi.
Jaringan intelijen ABRI mulai bekerja membuka saluran komunikasi
dengan mitranya di luar negeri. Tanggal 18 Februari 1981 di Islamabad,
Pakistan, diadakan pertemuan khusus antara L.B. Moerdani yang didampingi
seorang perwira menengah TNI AU yang merupakan salah satu perwira staf
BAIS dengan jabatan Paban VIII Staf Intel Hankam, Kolonel Udara Teddy
Rusdy dengan pimpinan intelijen Pakistan (ISI, Inter-Services
Intelligence). Pertemuan ini pada intinya membicarakan kesediaan
Indonesia membantu dalam hal logistik, obat-obatan, dan persenjataan.
Pimpinan intelijen ABRI menjelaskan bahwa jajaran ABRI masih memiliki
banyak persenjataan yang bisa untuk melengkapi dua satuan setingkat
batalion infanteri. Saat itu juga dijelaskan bahwa Indonesia masih
menyimpan banyak persenjataan buatan Uni Soviet yang digunakan saat
persiapan Tri Komando Rakyat (Trikora) dalam Operasi Pembebasan Irian
Barat.

Selain menyampaikan kesediaan Indonesia memberikan bantuan, poin
kedua yang tak kalah pentingnya adalah meminta peranan intelijen
Pakistan membantu kelancaran misi ini. Meliputi membantu mengeluarkan
izin terbang lintas (flight clearance) dan izin mendarat di Rawalpindi
bagi pesawat Indonesia. Pakistan juga diminta menyediakan truk serta
pengawalan sampai penyerahan ke pihak pejuang Mujahidin di Kota Badaber,
sekitar 24 km dari Peshawar kota perbatasan di Pakistan. Akhirnya kedua
pejabat intelijen inipun bersalaman, menandakan bahwa Pakistan siap
membantu Indonesia.

Sekembalinya ke Jakarta, tim khusus yang dibentuk mulai menyusun
rencana operasi Permadani Terbang secara sangat tertutup. Pertama,
disiapkan rencana penerbangan dari Lanud Halim Perdanakusuma menuju
sasaran (Rawalpindi) dengan menggunakan pesawat Boeing B707 milik
Pertamina yang dioperasikan oleh Pelita Air Service. Untuk kesuksesan
misi, dipilihlah awak yang sudah terlatih dalam melaksanakan operasi
penerbangan intelijen. Mereka bertiga, yaitu Capt Arifin, Capt Abdullah,
dan Capt Danur. Tim juga menyusun rencana penerbangan (flight plan)
dengan beberapa batasan.

Untuk mendukung rencana ini, operasi penerbangan diberikan “cover”
operasi kemanusiaan dengan membawa bantuan berupa obat-obatan untuk para
korban peperangan di Afghanistan. Kemudian disusun rute penerbangan
dengan rencana alternatif darurat menghindari wilayah udara India yang
dinilai sebagai tidak bersahabat dengan Pakistan dan sebaliknya
bersahabat dengan Uni Soviet. Selanjutnya, disusun pula rute penerbangan
yang paling aman dari segi intelijen yakni melalui Samudera Hindia.
Namun karena fakta keamanan terbang dan masalah logistik, diperlukan
satu kali pendaratan untuk mengisi bahan bakar; dan yang paling ideal
adalah sebuah technical landing di Pulau Diego Garcia, yaitu sebuah
kepulauan atol di Samudera Hindia milik Inggris namun dioperasikan oleh
Amerika Serikat untuk mendukung logistik Armada Ke-6 AL AS dalam
mengawasi kawasan Samudera Hindia. Untuk itu diperlukan pendekatan ganda
baik kepada intelijen Inggris guna mendapatkan izin mendarat dan dengan
intelijen AS sebagai “penguasa” Diego Garcia.

Jarak tempuh garis lurus terpendek dari Jakarta ke Rawalpindi sekitar
5.400 mil laut, namun sepertiga perjalanan harus melintasi wilayah
udara India. Karena itulah akhirnya dipilih rute penerbangan
Jakarta-Diego Garcia di Samudera Hindia dengan jarak 3.000 mil laut dan
dilanjutkan Diego Garcia-Rawalpindi di Pakistan utara sejauh 3.000 mil
laut lagi. Alhasil total jarak yang harus ditempuh bertamabah 600 mil
laut dengan total 6.000 mil laut.

Kumpulkan Senjata

Menurut catatan Mabes ABRI, persenjataan buatan Uni Soviet di
lingkungan ABRI tersebar di satuan-satuan TNI AU dan AD. Tim sudah
menyiapkan langkahlangkah untuk mengumpulkan dan kemudian mengondisikan
agar senjata ini aman untuk dikirim. Melalui sebuah surat perintah,
semua senjata ini dikumpulkan untuk kemudian didata. Memang setelah
terkumpul dan dihitung, senjata ini bisa digunakan untuk melengkapi dua
batalion infanteri, seperti yang dijanjikan LB Moerdani kepada mitra
Pakistan-nya. Senjata-senjata ini lalu dinilai satu persatu untuk
melihat serviceability-nya. Apakah masih berfungsi dengan baik atau
tidak.

Tahap selanjatnya yang melelahkan adalah menghapus semua nomor seri
(serial number) setiap pucuk senjata guna menghindari identitas pemilik
awal. Suatu kegiatan yang sungguh menghabiskan waktu dan tenaga demi
suksesnya operasi intelijen. Kira-kira empat bulan kemudian sejak
operasi Permadani Terbang digulirkan, pada akhir Juni dinyatakan bahwa
seluruh persenjataan telah berhasil dikerok nomor serinya dan saat itu
terkumpul di gudang khusus yang disiapkan pihak intelijen di Lanud Halim
Perdanakusuma. Senjata yang berhasil dikumpulkan terdiri dari ribuan
senapan serbu AK-47, senjata berat STTB (senjata tanpa tolak batik), dan
mortir. Semuanya dimasukan ke dalam peti-peti dengan tanda “palang
merah”, digabung dengan bantuan berupa selimut dan obat-obatan.
Rencana penerbangan telah disusun dengan tujuh awak terpilih terdiri
dari tiga captain pilot, dua flight engineer, dan dua cargo officers.
Izin pendaratan teknis dari Inggris dan AS telah diterima. Izin terbang
lintas dan izin mendarat di Rawalpindi dari Pakistan juga sudah
diterima, termasuk kesiapan 20 truk untuk mengangkut bantuan dari
bandara Rawalpindi ke Badaber di Afghanistan. “Tidak mudah meminta izin
ke Inggris dan Amerika, namun karena jaringan intelijen Indonesia saat
itu sangat bagus, izin pun akhirnya mereka keluarkan,” jelas Teddy
sambil menambah bahwa nama besar LB Moerdani betul-betul jadi jaminan
saat itu.

Untuk mendukung operasi di darat, telah disiapkan dua perwira
menengah BAIS dilengkapi peralatan Alkomsus (Mat Komunikasi Khusus).
Salah satu dari perwira ini berasal dari pasukan khusus. Kantor kedutaan
Indonesia di Islamabad, Pakistan termasuk atase pertahanan di KBRI
Kolonel Kay Harjanto, tidak dilibatkan untuk menghiridari kemungkinan
terjadinya skandal diplomatik apabila pelaksanaan operasi bocor dan
gagal.
Soal perwira penghubung ini seperti diceritakan Teddy, sengaja
dipilihnya karena selain sedang penugasan di BAIS, dia adalah perwira
yang menonjol dan berasal dari satuan elite. “Ketika Pak Benny tanya
saya, siapa yang dipercaya, saya langsung sebut nama dia,” kata Teddy.
Ada satu kejadian yang nyaris membuat cover si perwira terungkap. Satu
pagi di hotel tempatnya menginap, perwira yang hobi olahraga ini
melakukan senam militer. Hanya spontanitas tanpa maksud apa-apa, sebuah
rutinitas yang dijalaninya puluhan tahun. Tanpa disadarinya seseorang
menghampirinya sambil berucap, “Anda seorang tentara ya.” Kaget menerima
pertanyaan, perwira ini hanya bersungut-sungut sambil membalas bahwa
gerakan senam yang dia lakukan hanya berdasarkan kesukaann saja. “Saya
bukan tentara,” ujarnya. Perwira ini diberangkatkan seorang diri dari
Jakarta sambil membawa Alkomsus.

Pukul 20.00 Wib, 18 Juli 1981, dalam kesunyian malam, iringiringan
truk keluar dari gudang khusus Pusat Intelijen Strategis memasuki Lanud
Halim Perdanakusuma. Truk-truk ini berjalan pasti menuju titik bongkar.
Setelah merapat, membongkar, dan memindahkan muatan berupa peti-peti
bertanda palang merah ke dalam B707 yang telah dilepas semua kursinya
sehingga menjadi pesawat kargo. Pukul 4 pagi tang-gal 19 Juli, semua
muatan telah tertata rapi di sepanjang fuselage B707. Pesawat lepas
landas ke arah barat menuju lautan bebas Samudera Hindia dengan sasaran
kepulauan atol Diego Garcia, pangkalan logistik Armada ke-6 AL AS.

Sesuai prosedur standar yang diatur dalam dunia penerbangan
internasional oleh ICAO, pilot dan kopilot tetap melapor di setiap
Flight Information Region (FIR). Pimpinan operasi yang ikut dalam
penerbangan mulai membuka hubungan melalui Alkomsus dengan pimpinan
intelijen ABRI di Jakarta dan anggota yang ditugaskan di Rawalpindi.
Dengan kata lain terjadi komunikasi segitiga di antara ketiga pelaku
utama di balik operasi ini. Tugas anggota khusus di Rawalpindi ini
adalah secara tertutup melaporkan dan berkoordinasi dengan pimpinan
intelijen Pakistan di Rawalpindi guna menyiapkan reception party petugas
penerimaan dengan menyiapkan kendaraan truk dan crane yang diperlukan
untuk memindahkan muatan dari pesawat ke dalam truk yang sudah
disiapkan.

Setelah kurang lebih tujuh jam penerbangan, pesawat mulai membuka
hubungan radio dengan Diego Garcia seraya meminta izin pendaratan
(technical landing). Pesawat mendarat mulus dan dipandu menuju special
apron untuk mendapatkan pengisian bahan bakar. Kecuali dua loadmaster
dan seorang engineer yang akan mengawasi pelaksanaan pengisian bahan
bakar, pimpinan operasi bersama para pilot dan awak pesawat lainnya
dijemput petugas dari US Marine ke mess perwira untuk makan siang dan
istirahat.

Diego Garcia adalah suatu gugusan kepulauan karang (atol) di Samudera
Hindia, terletak sangat strategis untuk mengawasi lalu lintas kapal di
Samudera Hindia meliputi kawasan Asia Tengah, Timur Tengah dan pantai
Barat Afrika. Kecuali letaknya yang memiliki titik strategis secara
militer, Diego Garcia adalah kepulauan yang tandus sehingga seluruh
kebutuhan kehidupan harus dipasok dari luar. Sebagai tempat singgah
kapal perang Armada ke-6 AL AS, Diego Garcia adalah tempat penimbunan
logistik pendukung Armada baik bagi kapal (perawatan) maupun awak
kapalnya untuk rest and recreation (R&R).

Bentuk bangunannya sangat fungsional seperti bentuk barak militer
namun dengan kelengkapan yang mewah dilengkapi kelab malam dan toko
kebutuhan prajurit serba ada (Army Navy PX). Tenaga-tenaga sipil yang
dipekerjakan selain warga negara Amerika, sebagian besar berasal dari
Filipina sehingga Diego Garcia dapat berfungsi dengan sangat nyaman bagi
para awak yang mendarat.

Selama pengisian bahan bakar, pimpinan operasi dan kru yang tidak
bertugas, berkesempatan menikmati makanan hangat ala publik Amerika di
kantin yang serba lengkap. Rombongan juga diajak meninjau PX mall untuk
window shopping dan keliling pulau meninjau obyek-obyek R&R awak
kapal yang serba lengkap dengan nuansa pantai seperti di Hawaii atau
Bali.

Sambil menunggu waktu agar dapat mendarat di Rawalpindi menjelang
tengah madam, kami empat selonjor melepaskan kepenatan. Lepas maghrib
ketika cakrawala mulai gelap menjelang madam, dengan bahan bakar penuh
dan lunch-boxes serta snacks untuk makan di perjalanan, B707 lepas
landas meninggalkan Diego Garcia, heading ke utara menuju daratan Asia
Tengah dengan tujuan Rawalpindi. Duapertiga waktu perjalanan terbang di
atas Samudera Hindia dan Laut Arab, akhirnya pesawat memasuki wilayah
Pakistan dan mendarat di Rawalpindi menjelang tengah malam.
Kontak radio dengan menara pengawasan otoritas lalu lintas udara
Pakistan terjalin dengan mulus ketika akan memasuki wilayah udara
Karachi. Pesawat kemudian dipandu melintas ke utara menuju Rawalpindi.

Kurang lebih 100 nautical miles menjelang Rawalpindi, kontak radio
dengan menara pengawas lapangan telah terhubung untuk dipandu melakukan
pendaratan. Walaupun praktis tidak tidur nyenyak selama hampir 24 jam
sejak proses pemutan peti-peti bantuan, para penerbang mendaratkan
pesawat dengan mulus di lapangan udara Rawalpindi di tengah keheningan
malam. Pesawat dipandu oleh mobil follow me dari otoritas bandara menuju
wilayah apron yang tersembunyi serta jauh dari keramaian.

Segera setelah mesin dimatikan, seorang petugas intelijen Pakistan
melapor bahwa truk-truk pengangkut dan tim telah siap untuk membongkar
dan memindahkan muatan. Dengan cepat, cermat, dan efisien, tim penerima
(reception party) memindahkan muatan dari pesawat ke dalam truk-truk
yang disediakan. Menjelang subuh, seluruh peti-peti bertanda palang
merah bantuan obat-obatan dan selimut dari pemerintah dan rakyat
Indonesia, telah berjajar rapi. Setelah semua persiapan dinilai selesai,
rombongan bergerak ke barat laut dalam suatu konvoi yang panjang menuju
Kota Badaber untuk diserahkan kepada pimpinan Mujahidin.

Kepada awak pesawat diberikan kesempatan untuk beristirahat di hotel
berbintang empat di Rawalpindi. Mereka berhak mendapatkan proses
pemulihan yang mewah sebelum tugas dan misi berikutnya dijalankan.
Iring-iringan konvoi 20 truk dan satu jip pembuka dan penutup bergerak
menyongsong fajar pagi ke barat menuju perbatasan Pakistan-Afghanistan.
Setelah menempuh perjalanan darat melalui jalur-jalur jalan berbatu,
sebelum tengah hari konvoi memasuki wilayah Afghanistan yang dikuasai
para Mujahidin. Secara cepat dilakukan upacara sederhana penyerahan
bantuan “obat-obatan dan selimut” untuk para pengungsi korban perang di
Afghanistan.

Dengan lega, setelah penyerahan, dengan jip yang sama komando
pimpinan operasi memutar arah keluar untuk kernbali ke wilayah Pakistan,
menuju Islamabad. Menjelang malam hari rombongan menuju hotel
International di Islamabad untuk selanjutnya melapor kepada pimpinan
intelijen ABRI dan istirahat.

Pagi harinya pimpinan operasi didampingi dua perwira menengah BAIS di
Rawalpindi dan petugas Alkomsus melaporkan kepada pimpinan intelijen
ABRI tentang pelaksanaan Operasi Babut Mabur. Pada malam harinya
pimpinan ISI Pakistan menjamu makan malam seluruh rombongan termasuk
awak pesawat, yang dimeriahkan dengan malam kesenian tradisional tarian
Pakistan sebagai ungkapan terima kasih dan berakhirnya kerjasama Operasi
Babut Mabur.

Jam sepuluh pagi keesokan harinya, seluruh personel kembali ke
Jakarta menumpang pesawat yang sama namun sudah dalam keadaan kosong
melompong dan dijadikan tempat tidur selama perjalanan pulang langsung
dari Islamabad ke Jakarta. Selain membawa seluruh personel Operasi Babut
Mabur ke Jakarta, di sudut lorong badan pesawat, terdapat
gulungan-gulungan karpet dari Pakistan yang terkenal mutunya sebagai
kenang-kenangan sukseknya Operasi Babut Mabur.

Intelijen Itu Kepercayaan

Bangsa Afghanistan yang terdiri dari beberapa suku (tribes) dengan
Pastun dan Dari sebagai suku terbesar adalah bangsa pejuang yang tidak
pernah dikua sai penuh oleh bangsa manapun, termasuk Inggris ketika
menjajah India dan Pakistan (Asia Tengah). Kegigihan rakyat pejuang
Afghanistan, didukung oleh beratnya medan gunung dan bukit berbatu serta
banyaknya gua-gua tempat persembunyian, membuat Afghanistan menjadi
suatu medan perang gerilya yang ideal.

Seluruh wilayah Afghanistan ibarat suatu medan penghalang yang besar
untuk menyatukan wilayah timur dan barat benua Asia. Ada dua jalan
pendekat yang pada masa dahulu kala dijadikan jalur penghubung dan
dikenal sebagai Jalur Sutera, yakni lembah yang memanjang dari Khyber
Pass ke Kohat Pass. Melalui jalur ini seolah melalui jalur kematian
karena dihadang oleh para gerilyawan dari bukit-bukit sekelilingnya.
Oleh karena itu sandaran kekuatan utama pasukan Uni Soviet adalah
kesatuan tank dan pesawat tempur/helikopter. Namun tekanan gerilyawan
yang berkepanjangan dan banyaknya jumlah korban pasukan Uni Soviet yang
tewas, pada akhirnya tahun 1992 Uni Soviet menarik mundur pasukannya
dengan harus membayar mahal 13.310 anggota pasukannya terbunuh dan
35.478 anggota pasukan lukaluka serta 311 pasukannya hilang dalam tugas
(missing in action).

Pengalaman pahit pasukan Uni Soviet seperti mengulangi pengalaman
pahit pasukan Amerika Serikan ketika harus mundur dari Vietnam dengan
kerugian nyawa, harta, dan benda yang teramat besar dan menjadi beban
bangsa. Mengenang Operasi Babut Mabur, Teddy hanya bisa berucap pelan
bahwa keberhasilan operasi ini tidak lepas dari kehebatan badan
intelijen ABRI saat itu. Meski tidak memungkiri nama besar LB Moerdani,
Teddy juga memberikan apresiasi tinggi kepada perwira-perwira BAIS yang
bermain di balik layar saat itu, mempunyai integritas tinggi dalam dunia
intelijen. “Dunia intelijen membutuhkan lepercayaan’, tanpa itu tidak
mungkin operasi seperti ini bisa dilaksanakan,” beber mantan navigator
Tu16 Badger dan pemegang Bintang Sakti ini menutup perbincangan.
Kembali Ke Atas Go down
 
Kirim Senjata Ke Mujahidin
Kembali Ke Atas 
Halaman 1 dari 1
 Similar topics
-
» Senjata-Senjata Perang Buatan Leonardo Da Vinci
» Senjata-senjata Sniper Yang dimiliki Indonesia
» Senjata-Senjata Terbesar Di Dunia
» 5 Alasan Mantan Kekasih Masih Kirim SMS
» 10 Senjata Fiksi yg ada didunia nyata

Permissions in this forum:Anda tidak dapat menjawab topik
FUN STATION Forum Friendship & Brotherhood :: Story,& History,Misteri , Figure, Fenomena :: Fakta & Sejarah (Non Fiksi Only)-
Navigasi: