Selalu kalah Dalam Perang AsimetrikPerang Vietnam sudah berlalu tigapuluh tahun.tetapi bangsa
Amerika,terutama para ahli sejarah, kaum politisi,dan pemikir
perangnya,tak bisa begitu saja melupakan mimpi buruk di belakang negeri
tersebut. Mereka masih kerap mencari titik-titik kesalahan untuk kem-
udian dipelajari dengan sungguh-sungguh. Maklum,bangsa Amerika adalah
bangsa yang tergolong pintar dan selalu mau belajar dari sejarah.
“History teaches us how to think, not what to do”.
Sejarah mengajar kita bagaimana seharusnya berfikir, bukan melakukan
apa yang harus kita lakukan.Begitukata,Dr George. Herring, ahli sejarah
Universitas Kentucky, dalam forum “
Teaching the Vietnam War” yang digelar 2000.Menurut forumini,salah satu penyebab kekalahan AS di Vietnam, adalah karena
militer AS terlalu ingin melibatkan diri ke dalam semua permasalahan di
Vietnam. Beberapa memang layak ditangani, tetapi tidak yang lain. Mereka
seharusnya menghindari konflik lokal. Kalau pun ingin melibatkan diri,
yakinkan dulu bahwa langkah ini harus mendapat dukungan pihak setempat.
Pelajara tersebut layak disimak. Tetapi masalahnya, apakah petuah
normatif seperti itu bisa dicerna hingga kejujuran prajurit di medan
tempur? Untuk itu memang musti ada pihak yang bisa mengurainya ke dalam
bahasa komando.
Di lain kesempatan, juga belum lama ini,sekelompok pemikir strategi
perang AS kalah mengupas masalah serupa.kali ini mereka membedahnya dari
sudut pandang taktik counter-insurgency (COIN) dilancarkan untuk
mematahkan perlawanan gerilyawan vietnam utara. (instrument of state
craft: US Guerilla Warfare,Counterinsurgency, and
Counterterrorism,1940-1990)
Mereka berdalih, apa yang telah disampaikan militer AS cukup matang
AS sudah mengerahkan kekuatan dan pesawat COIN yang mematikan.Dan, sadar
bahwa yang dihadapi adalah gerilyawan tangguh, mereka juga telah
menyiapkan taktik yang dinilai jitu untuk meng-counter-nya.
Orang yang diperintahkan khusus mempersiapkan taktik tersebut juga
bukan perwira sembarangan. Ia adalah Edward Geary Llinsdale, kolonel AU
AS yang memiliki banyak pengetahuan di bidang COIN. Ia pernah
malang-melintang di belantara Filifina sejak tahun 1940-an, lalu ke
Vietnam,Laos,Burma,Aljazair, dan terakhir “berguru” ke Israel. Ia juga
memelihara kontak khusus dengan sejumlah eks-Viet Minh dan politisi
Vietnam. tak heran jika Washington lalu menariknya memjadi Deputy
Assistant Secretary Of Special Operation(pada 1957).
Lansdale pula yang kemudian yang ditunjuk mengikuti pelatihan
counterinsurgency di dalam tubuh AB As. Dan, kesatuan pertama yang
beruntung dilatih menjadi pasukan COIN adalah Ranger.
Sebagai penggenap reputasi, CIA bahkan pernah mempercayakan kepadanya
Operasi Mangoose-operasi sabotase ke Cuba dengan misi utama membunuh
Fidel Castro. ia berprinsip, cara efektif untuk memenangkan perang di
Vietnam adalah dengan terus-menerus menyokong perjuangan tentara denga
warga sipil Vietnam yang ingin melepaskan diri dari cengkraman komunis.
Jangan buat warga sipil takut terhadap militer, karena hal itu justru
akan menjadi bumerang. Mereka akan membenci Pemerintah, bikin perjuangan
terpecah, dan selanjutnya membuat repot militer AS.
Tetapi, perang tetaplah sebuah perang. Sebuah ajang pertikaian nan
rumit antar kekuatan yang rentan terhadap pengaruh corak kultur, paham,
serta kondisi sosial setempat. AS, bangsa dengan latar belakang paham,
kecerdasan, serta sosial-ekonomi yang mmaju, tampaknya tak mampu
menyesuaikan diri dengna problema dan kompleksitas yang masih serba
sederhana tersebut.
sangat boleh jadi, semua itu terkait dengan sikap tinggi hati karena
baru saja berhasil menuntaskan sekaligus dua perang besar, di Eropa dan
Pasifik. Kesenjangan yang begitu tinggi dalam hal pengetahuan dan budaya
boleh jadi juga turut berpengaruh.
menurut sejarah, sulit untuk dipungkiri, sikap dan posisi seperti itu
uniknya selalu muncul setiap kali mereka tampil dalm medan pertempuran
di negara-negara dengan sistem politik,sosial,dan perekonomian yang
belum tertata baik.
AS,sekali lagi,sebenarnya merupakan bangsa yang cepat dan selalu
ingin belajar, tapi ironisnya mereka selalu saja terperangkap dalam
permasalahan yang sama. Apakah itu Somalia,Afganistan,atau Irak. Disana
mereka selalu dibuat kelabakan oeh ulah sendiri serta oleh problem
sosial dan kekuatan lokal yang sebenarnya jauh lebih kecil. Kekuatan
perlawanan yang tidak sebanding atau asimetris.
Demikianlah, sejarah telah beberapa kali membuktikan, bahwa mereka
selalu menang jika berhadapan dengan kekuatan yang setingkat dan
sederajat. Dengan Jerman atau Jepang yang sama-sama memiliki angkatan
perang besar. Tetapi justru tidak dengan negeri-negeri susah yang hanya
memiliki kekuatan sekedarnya. Pada 11 September 2001 mereka bahkan tak
sanggup meng-counter serangan teroris yang diarahkan kejantung
negerinya.
Mungkin inilah yang namanya keajaiban alam. Mereka adikuasa, tetapi juga (masih) selalu kalah dalam perang-perang asimetrik.