Suatu hari seorang bapak tua hendak menumpang bus. Pada saat ia
menginjakkan kakinya ke tangga, salah satu sepatunya terlepas &
jatuh ke jalan. Lalu pintu tertutup & bus mulai bergerak, sehingga
ia tidak bisa memungut sepatu yg terlepas tadi. Si bapak tua itu dengan
tenang melepas sepatunya yg sebelah & melemparkannya keluar jendela.
Seorang
pemuda yg duduk dalam bus melihat kejadian itu, dan bertanya kepada si
bapak tua, "Aku memperhatikan apa yg Anda lakukan Pak. Mengapa Anda
melemparkan sepatu Anda yg sebelah juga ? "Si bapak tua menjawab,"Supaya
siapapun yang menemukan sepatuku bisa memanfaatkannya."
Si bapak
tua dalam cerita di atas memahami filosofi dasar dalam hidup - jangan
mempertahankan sesuatu hanya karena kamu ingin memilikinya atau karena
kamu tidak ingin orang lain memilikinya.
Kita kehilangan banyak
hal di sepanjang masa hidup. Kehilangan tersebut pada awalnya tampak
seperti tidak adil & merisaukan, tapi itu terjadi supaya ada
perubahan positif yang terjadi dalam hidup kita.
Kalimat di atas
tidak dapat diartikan kita hanya boleh kehilangan hal-hal jelek saja.
Kadang, kita juga kehilangan hal baik.
Ini semua dapat diartikan :
supaya
kita bisa menjadi dewasa secara emosional dan spiritual, pertukaran
antara kehilangan sesuatu dan mendapatkan sesuatu haruslah terjadi.
Seperti
si bapak tua dalam cerita, kita harus belajar untuk melepaskan sesuatu.
Tuhan sudah menentukan bahwa memang itulah saatnya si bapak tua
kehilangan sepatunya.
Berkeras hati & berusaha
mempertahankannya tidak membuat kita atau dunia menjadi lebih baik. Kita
semua harus memutuskan kapan suatu hal, suatu keadaan atau seseorang
masuk dalam hidup kita, atau kapan saatnya kita lebih baik bersama yg
lain.
Pada saatnya, kita harus mengumpulkan keberanian untuk
melepaskannya.
Karena tiada badai yg tak berlalu. Tiada pesta yg
tak pernah usai.Semua yg ada didunia ini tiada yg abadi.